JAKARTA amp;mdash; Festival jazz pegunungan paling legendaris di Indonesia, Jazz Gunung, kembali digelar tahun ini dalam format BRI Jazz Gunung Series 2025. Mengusung semangat kolaborasi lintas generasi dan genre, event ini akan menyapa para pecinta musik lewat tiga rangkaian acara: di Bromo pada 19 dan 26 Juli, dan ditutup di Ijen, Banyuwangi pada 9 Agustus. amp;nbsp; Jazz Gunung telah dikenal sebagai panggung yang menyatukan musisi lintas usia, genre, hingga negara. Tahun ini, seri pertama (19 Juli) di Amphitheatre Jiwa Jawa Resort, Bromo, mempertemukan musisi jazz muda seperti Emptyyy dan Chagall (Belanda) dengan nama-nama mapan seperti Karimata, Jamie Aditya, Kua Etnika, hingga RAN. Teater boneka kontemporer Papermoon Puppet Theatre juga hadir dua hari berturut-turut, termasuk tampil di pedesaan sekitar venue. amp;nbsp; Seri kedua pada 26 Juli kembali digelar di Bromo, kali ini menghadirkan musisi folk Madura Lorjhuamp;rsquo;, penyanyi muda Natasya Elvira, serta eksplorasi jazz eksperimental dari Bintang Indrianto Trio. Gitaris kawakan Tohpati dengan proyek Ethnomission menampilkan jazz dalam balutan instrumen Nusantara, dan ditutup dengan penampilan emosional dari Sal Priadi serta musisi folk-pop asal Prancis, Rouge. Penyanyi Monita Tahalea dijadwalkan tampil khusus dalam special show 25 Juli. amp;nbsp; Adapun puncak rangkaian Jazz Gunung akan berlangsung di Amphitheatre Taman Gandrung Terakota, Banyuwangi, pada 9 Agustus. Meski line-up belum diumumkan, penyelenggara menjanjikan kolaborasi spesial dan penampil kelas dunia. amp;ldquo;Saya sudah berdiskusi dengan panitia untuk kolaborasi lebih lanjut di Ijen,amp;rdquo; kata Deputi Bidang Produk Wisata dan Kegiatan Kementerian Pariwisata, Vinsensius Jemadu dalam jumpa pers di Institut Franamp;ccedil;ais Indonesia (IFI), Jakarta, Kamis (3/7/2025). amp;nbsp; Menurut CEO Jazz Gunung Indonesia, Bagas Indyatmono, semangat lintas genre dan budaya tetap menjadi jiwa festival ini. amp;ldquo;Jazz Gunung selalu menyajikan musik jazz dan beyond, berpadu harmonis dengan elemen etnik, sesuai cita rasa yang diwariskan para pendiri kami,amp;rdquo; katanya. amp;nbsp; Jazz Gunung juga menjadi motor ekonomi kreatif lokal. amp;ldquo;Kalau ada 2.000 penonton, kita butuh 1.000 kamar. Kami hanya punya 80, sisanya tersebar di Bromo, Pasuruan, hingga Malang. Itu belum termasuk kuliner, transportasi, sewa jeep, hingga warung kecil. Semua ikut hidup,amp;rdquo; kata Founder Jazz Gunung, Sigit Pramono, mencontohkan.amp;nbsp; amp;nbsp; Festival ini juga dikenal dengan kolaborasi tak terduga yang meninggalkan kesan mendalam. Andy F. Noya, advisor Jazz Gunung, menyinggung saat Didi Kempot tampil diiringi aransemen jazz oleh mendiang Djaduk Ferianto. amp;ldquo;Penonton menyanyikan semua lagu Didi dalam aransemen jazz di tengah dinginnya pegunungan. Itu magis,amp;rdquo; katanya. amp;nbsp; Jazz Gunung 2025 bukan sekadar konser, tetapi ruang temu berbagai ekspresi musik, tradisi lokal, dan generasi kreatif baru. Sebuah panggung yang menyatukan semua dalam udara pegunungan yang segar dan nuansa musikal yang menghangatkan jiwa.
Read More...